Pages

Senin, 17 Agustus 2015

Review Fantastic Four

Ide fantastis dengan budget berlimpah namun dieksekusi dengan kurang matang.


Entah apa yang salah dengan film satu ini. Jika melihat dari karakter, ide cerita, budget, produser, bahkan dalam segi pemasaran sendiri, Fantastic Four mempunyai modal yang cukup untuk menggebrak dunia cinematic masa ini. Bagaimana tidak. Fantastic Four merupakan salah satu karya Stan Lee di bawah naungan Marvel yang sangat dikenal oleh banyak orang. Meskipun saat ini kepemilikannya ada di bawah Sony. Belum lagi sutradara Josh Trank yang sukses dengan Chroniclenya. Budget yang lebih besar dari film pertamanya tahun 2005. Viewer trailernya pun dikabarkan lebih besar dari X-men. (cek info selengkapnya)

Film-film Marvel terkenal dengan tonenya yang ringan, cerah, penuh humor tanpa mengesampingkan effect visual canggih dan ide cerita yang menjanjikan. Sepertinya rebbot film ini ingin berubah aliran dengan mencoba lebih dark dan epic (mungkin mencoba mendekati trilogi The Dark Night karya Nollan) namun gagal. kostum super merekapun berubah menjadi kortum versi X-men dengan angka 4 disematkan di dada mereka, pemain yang lebih muda, tanpa humor (benar-benar menghancurkan karakter Johny Storm yang  easy going abis), ditambah hubungan keluarga Sue dan Johny yang sedikit keluar batas. Film ini tidak bisa dibilang hancur jelek, tapi tidak juga bisa disebut bagus. Hanya saja, tidak menghibur. Dengan point 3.9 dari IMBD dan 

Film dibuka dengan obsesi Reed Richards kecil tentang portal dunia paralel. Dia menyelinap ke halaman belakang rumah sahabatnya, Ben Grimm untuk mencuri sparepart mobil untuk menyelesaikan prototype mesin teleportnya. Kegagalan percobaan itu diiringi dengan padamnya listrik kota. 

7 tahun kemudian, Reed (Miles Teller) dan Ben (Jamie Bell) memeragakan alat teleportasi dalam pameran sains (dan masih gagal). Namun karena itu, akhirnya mereka dilirik oleh Dr. Franklin Strom (Reg E. Cathey) dan anak tirinya. Sue (Kate Mara) yang sedang melakukan penelitian yang sama. Johny Storm (Michael B. Jordan) dimunculkan dalam balap jalanan serta Victor Von Doom, si jenius dengan perilaku buruk.

Mungkin sutradara ingin membentuk karakter dari para tokoh dengan lebih baik dibanding film sebelumnya karena adegan-adegan awal berasa sangat lambat dan tetap saja gagal. Kita tidak mendapatkan image apapun dari 4 orang pemuda yang baru bertemu, mendapat kekuatan dari planet Zero (sebutan untuk tempat primitif yang mereka datangi ketika teleport), dan mencoba kekuatan. Thats it. Kita tahu hubungan asmara Sue, Reed dan Doom. Hubungan persahabatan Reed dan Ben. Tapi bahkan dengan durasi yang boros untuk mengolah itu, kita tidak mendapatkan chemistrynya.

Lost point juga terjadi saat mereka mendapat kekuatan dan mau tidak mau harus mempelajarinya. Tidak ada perasaan mendalam tentang perasaan Ben yang paling ekstrem mengalami perubahan fisik, atau perasaan Sue yang dimanfaatkan, semuanya terasa hambar. Pembentukan bisa sedikit dirasakan saat mereka bersatu melawan Dr. Doom yang kembali muncul untuk menghancurkan dunia. Ia muncul pada saat injury time. Yup, Dr. Doom tidak mendapat waktu banyak untuk mengoptimalkan penghancurannya. Alih-alih pertarungan epic. Kita seolah disajikan pertarungan pemanasan, dan tiba-tiba semuanya sudah selesai. Salahkan bagian kereografinya, salahkan bagian CGI-nya. Mereka terlambat beberapa tahun untuk itu. Mungkin adegan dan efek seperti itu masih bisa kita terima di tahun 90-an. Tapi dimasa sekarang? 

Film ini menghabiskan waktu untuk apa yang sudah kita ketahui. Bahwa mereka akan mendapatkan kekuatan dan akan bertarung melawan Doom. Tidak ada ide epic, tidak ada pendalaman karakter, tidak ada  klimaks yang bisa membasuh kesabaran setelah pengenalan tokoh yang terlalu lama, efek CGI yang malah mengalami kemunduran, serta endcore yang tidak menarik.

Di bagian akhir, Reed berkata "Kita perlu nama." Ayolah, semua orang sudah tahu nama apa yang akan diambil. Lalu kenapa tidak mengambil endcore yang lebih fantastis? Jatuhnya papan selancar berwarna perak mungkin? 

Dengan semua rating dan review yang jauh dari harapan, sangat diragukan rencana sequel yang mereka siapkan di tahun 2017 akan berjalan lancar.  Para penggemar superhero bahkan membuat petisi agar Fantastic Four di kembalikan saham perfilmannya ke Marvel Cinematic Universe. Bagi yang belum menonton, tidak ada salahnya, saat ini masih tayang di bioskop. Satu saran saja. Jangan berharap banyak.

:)



0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar